Latar Belakang Timbulnya Stigma Bermain Game

Latar Belakang Stigma Main Game Itu Malas

 

Banyak orang mengatakan “bahwa orang yang bermain game itu malas”. Kata-kata ini sering didengar oleh para gamer atau pecinta game. Kata-kata tersebut secara tidak langsung melukai hati para pemainnya, namun para pemain tersebut hanya bisa bersembunyi dan nantinya akan mengungkap fakta yang mengejutkan.

Ada beberapa alasan orang mengatakan mengapa bermain game itu malas. Karena mungkin kurang pengetahuan, kurang penyesuaian waktu, dan lain sebagainya. Ya, itu normal. Namun, orang yang mengatakan ini hanya benar-benar tahu dan melihatnya tanpa mencoba atau merasakannya. Selain itu, orang-orang ini terkadang mengatakan bahwa bermain game adalah buang-buang waktu. Pernyataan ini sebenarnya bisa dibantah, jika gaming butuh waktu, maka semuanya pasti butuh waktu, bukan hanya game seperti makan, minum, merokok dan lain sebagainya.

Game telah mengalami banyak perubahan saat ini dan tidak lagi seperti dulu. Game jaman sekarang seperti pekerjaan, orang yang bermain secara professional bisa mendapatkan “uang” yang kadang tidak sedikit, bahkan untuk membeli rumah, mobil, dan sebagainya. Para gamer telah membuktikannya. Game bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan.

Pemain seperti Lemon yang memainkan game Mobile Legend telah menghasilkan uang! CEO RRQ Andrian Pauline mengatakan ada klausul untuk mengeluarkan Lemon dari timnya. Untuk tim eSports yang ingin merekrut Lemon, biayanya sekitar 15 miliar rupee! Angka tersebut memang sangat tinggi untuk seorang pemain esports. Harga transfer RRQ Lemon lebih tinggi dari Stefano Lilipaly dari Bali United.

Tak hanya sampai di situ, para gamer eSports khususnya telah menorehkan banyak kesuksesan di kancah internasional, seperti tim RRQ di divisi mobile PUBG. RRQ Athena merupakan salah satu yang terkuat di Thailand dan dunia karena telah memenangkan beberapa turnamen, seperti PMCO SEA Fall Split 2019. Sedangkan RRQ RYU menempati posisi ketiga di ajang PINC 2019. Sangat membanggakan bukan?

Dari fakta di atas terlihat bahwa stigma negatif tidak selalu benar dan bahkan terkesan mengada-ada. Karena ketika seseorang sudah tahu bahwa permainan tidak seperti hal kecil yang didefinisikan sebagai malas, menganggur, menyita waktu dan sebagainya. Jadi di Indonesia game sudah berkembang, tidak hanya gamenya saja, para pemainnya juga ikut andil dalam memainkan game tersebut. Hingga suatu saat nanti Indonesia akan mampu mengembangkan gamenya sendiri dan disukai oleh para pemain di dalam dan luar negeri. Bahwa Anda bisa membuat Indonesia bangga atau membuat bangga dan bahkan menjadi tuan rumah turnamen di banyak negara. Menarik bukan?

Kemudian ketika kita berbicara tentang gamer atau orang yang bermain game, terkadang mereka marah dengan stigma negatif yang berkembang karena masih banyak orang di luar komunitas yang masih percaya dengan stigma negatif. Gamer tidak putus asa, namun berkembang menjadi “Profesional dalam Bermain Game” sehingga game tidak lagi menjadi hal buruk yang dianggap tidak bermanfaat bagi masyarakat luas.

Pada akhirnya, game tidak selalu buruk, karena game dapat menghasilkan hasil dan kesuksesan yang membanggakan negara kita Indonesia. Ini adalah fakta tentang permainan.

Sumber :